Semua bermula dari kopi. Ketika suatu sore aku menangis sendirian di sebuah café. Seorang lelaki datang membawa dua cangkir kecil berisi kopi.
“Espresso?”
Ia tersenyum.
“Minumlah.” Katanya.
“Aku tak suka espresso.” Kataku sambil berusaha membersihkan air di mata dan pipiku.
“Kenapa?” tanyanya lagi. “Minum deh. Perasaanmu akan tenang.”
Aku heran dengan lelaki itu. Dari mana datangnya, apa tujuan kedatangannya, dan anehnya, membawa espresso serta memaksaku meminumnya! Aku bukan pecinta kopi. Maka membiarkannya hingga dingin dan lelaki itu menghabiskannya. Sudah itu kupikir ia akan pergi. Namun ia malah memesan dua cangkir lagi dengan isi yang sama.
“Minumlah.” Ucapnya ketika pesanan datang.
Ya, Tuhan. Ini orang inginnya apa? Aku menatapnya tajam. Ia malah mengembangkan bibirnya. Celingukan. Menggaruk rambutnya.
“Enak kok, sungguh.” Lanjutnya.
“Pahit.” Jawabku.
“Masak?” sergahnya.
“Iya.” Jawabku lagi.
Tiba-tiba ia mengangkat salah satu cangkir dan mendekatkan ke mukaku.
“Ada yang lebih pahit dari hidupmu.”
“Espresso?”
Kami tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar