Besok
kalau ada yang datang dan menanyakanku, bilang saja aku tak pernah ke sini. Ya,
bohong sesekali tak apa. Toh bohong bukan masalah benar atau tidak benar,
melainkan perlu atau tidak perlu. Kalau
orang yang bertanya itu tidak percaya dengan jawabanmu ya biarkan saja. Salah
sendiri tak percaya, susah sendiri toh. Kamu tidak perlu berkata apa-apa lagi.
Lagi pula urusanmu masih banyak kan? Biar saja, mereka yang datang menanyakanku
kan keperluannya denganku. Jadi kamu tak perlu sungkan kalau tidak melayani
mereka dengan baik, atau memuaskan pertanyaan mereka. Kalau mereka membuat
kerusuhan di usir saja, panggil satpam, polisi kalau perlu. Tetapi tenang saja,
seingatku, kenalanku tidak ada yang suka membuat keributan macam itu. Paling
hanya keributan kecil di dalam diri mereka sendiri. Kalau yang datang mencariku
itu memilih tetap tinggal dan tak mau pergi, ya diusir saja. Memangnya dia siapa?
Kamu kan juga perlu menutup kafe, perlu istirahat. Tidak usah dihiraukan. Kalau
tetap tidak mau pergi juga, ya tinggal panggil satpam atau polisi lagi. Atau
kamu berteriak saja selantang-lantangnya. Toh, yang akan rugi bukan kamu. Hei,
aku sungguh-sungguh. Aku sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun. Kamu harus
percaya, aku tidak habis mencuri atau melakukan hal-hal amoral. Sama sekali
tidak. Aku hanya sedang ingin sembunyi. Sedang ingin sendiri. Sedang tidak ingin
bertemu dengan siapapun. Termasuk kamu? Emm, ya, bisa juga.. Eh, jangan
tersinggung begitu dong, kan kita masih bisa ketemu lagi lain waktu... Hmm,
kamu mau aku dikejar-kejar orang yang tak mau aku temui? Tidak mau, kan? Kamu
mau aku tak sembuh-sembuh dari sakit? Tidak mau juga, kan? Sakit? Hmm,
maksudnya sedikit sakit. Ya, aku hanya sedkit sakit, tidak banyak, tidak banyak
yang sakit.
*
Er,
kemarin benar ada yang datang mencarimu. Ia bilang ia bukan temanmu, melainkan
lebih dekat dari teman. Ia memaksaku untuk memberitahukan kepadanya di mana
kamu sekarang. Aku jawab saja sesuai dengan permintaanmu, aku bilang padanya
bahwa sudah lama kamu tidak datang ke sini, kukatakan juga sudah lama aku tidak
berkomunikasi denganmu. Wah, lengkap sudah kebohonganku. Tetapi karena katamu
berbohong bukan masalah benar atau tidak benar, maka kuyakini saja, dan aku
tidak cemas. Eh, Er, tetapi aku kan tidak tahu benar apa masalah kalian.
Jangan-jangan ia memang benar perlu bertemu denganmu. Sebab setahuku kamu
memang suka lari dari masalah. Begitu saja meninggalkan yang belum selesai.
Ups, jangan marah. Sebagai sahabatmu sejak ratusan tahun yang lalu, tentu aku
tahu betul kamu. Kamu bisa bohong kepadaku, tetapi aku tidak bisa kamu bohongi.
Eh, bagaimana kalau orang yang datang kemarin itu berpikiran sama denganku? Aku
bisa bohong tetapi bisa saja ia tak bisa aku bohongi. Wah, gaswat. Er, sungguh,
aku dibuat kewalahan oleh orang itu,
bukan karena ia membuat keributan, justru sebaliknya, ia orang tersunyi yang
pernah aku temui. Bagaimana bisa kamu ketemu dengan orang seperti itu? Ketika
kusapa, selamat datang, ia hanya
mengangguk, senymunya tawar, lalu kupersilakan duduk, ia memilih duduk di
tempat duduk paling pojok kiri dekat jendela, ketika kutanya kok memilih duduk
di situ, ia tersenyum lagi, lebih tawar dari sebelumnya. (atau aku yang terlalu
kepo?) kutawarkan ia daftar menu, ia
memesan jus alpukat. Setelah pesanan kuambilkan dan kuberikan padanya, aku
melamun sebentar di sampingnya, kupikir-pikir betul, dia mirip sekali denganmu,
dan kusadari, tempat duduk favoritmu juga tempat yang ia tempati, minuman yang
ia pesan juga minuman yang selalu membuatmu ketagihan untuk datang ke tempatku.
Iya, kan? Aduh, siapakah dia? Ketika aku berpura-pura menanyakan bagaimana, mau pesan snack apa? Dia
hanya menggeleng, lalu tanpa basa-basi dia bertanya kepadaku apakah pernah
melihatmu akhir-akhir ini di tempat ini, aku tercengang sebentar, meski sudah
kupersiapkan untuk menerima pertanyaan ini sebelumnya, tetap saja, aku sempat
terhenyak sebelum melakukan kebohongan. Tidak.
Jawabku, dengan senyum termanis dan tercanggung yang pernah kupunya. Dia
menghela napas. Dari jarak hanya setengah meter aku bisa merasakan betapa berat
beban napas yang dihelanya.
*
Besok
kalau orang yang sama datang lagi dan menanyakan hal yang sama, tolong kamu jangan
goyah. Tetap lakukan seperti semula. Atau kamu cuekin saja. Tidak perlu
dihiraukan. Salah sendiri tidak percaya padamu. Kalau dia memaksa dan tidak mau
pergi, ya biarkan saja dia, atau usir dia dengan gertakanmu yang seperti macan
itu kalau kamu tidak mau berurusan dengan satpam atau polisi. Aku yakin orang
tak akan sekuat tiang listrik dalam menunggu, jadi kamu tak perlu terlalu
cemas. Haha, benar bahwa kamu memang terlalu kepo. Bukan soal orang yang datang ke kafemu dan menanyakanku,
tetapi juga soal aku. Tentu saja aku punya masalah, setiap orang punya masalah,
termasuk kamu. Tetapi salah kalau kamu menerka bahwa aku sedang lari dari
masalah, atau sembunyi dari masalah. Aku hanya sedang ingin istirahat sebentar dari banyak hal yang
begitu-begitu saja, yang membuat dada sesak. Aku ingin sejenak duduk di tepi
balkon sambil meghirup udara segar tanpa seoang pun mengejar supaya aku
melakukan ini, mengerjakan itu, menjelaskan ini, menerangkan itu, menuruti ini,
memaklumi itu, dan seterusnya. Sungguh, aku hanya butuh waktu sejenak untuk
istirahat. Bukan untuk melarikan diri. Toh, besok, jika sudah cukup waktu aku
memenuhi oksigen di tubuhku dengan partikel-pertikel yang lebih segar, pasti
aku akan muncul lagi seperti biasa, beredar seperti biasa, mengganggumu di kafe
sambil membaca dan cuci mata. Atau kamu keberatan dengan permintaan tolongku?
Jika iya, kumohon bertahan sebentar ya. Kamu kan sudah jadi sahabatku sejak ratusan
tahun yang lalu, aku tahu kamu tidak akan keberatan, meski barangkali itu
memberatkanmu. Cium jauh.
*
Hari-hariku
jadi aneh. Setiap pukul tiga sore, beberapa menit sebelum membuka kafe perasaan
deg-degan yang berlebih itu selalu muncul mendahului aktivitasku yang lain.
Deg-degan yang hampir bisa kudengar dengan sangat jelas serta detaknya bisa
kuraba dengan jari-jari. Heran, apakah berbohong tentang hal sekecil itu membuatku
begini demam? Kurasa bukan hanya maslah itu. Kuberi tahu Er, sejak beberapa
hari yang lalu, orang yang datang dan mencarimu bertambah dan bertambah lagi.
Jika aku tidak salah menghitung, sampai hari ini genap sudah lima orang. Cukup,
Er, cukup. Aku tidak bisa rasanya berbohong lebih lama dan lebih banyak lagi.
(Aih, dan anehnya, semua orang yang mencarimu itu mempunyai gerak-gerik tubuh
yang hampir sama, pesanan yang selalu sama, tak jarang mereka berebut kursi
yang sama di meja yang sama. Ajaib, kan??). Dan kamu memang harus bertanggung
jawab soal ini –nah, lho, sukurin, biar tambah beban pikiran. Memangnya menunda
masalah untuk diselesaikan adalah solusi? Kadang kamu konyol Er, dan tidak
masuk akal. Aku benar-benar tidak bisa untuk tidak memikirkanmu. Dan sudah
tentu akan lagi bertanya, ada apa? Apa yang terjadi? Apa yang bisa kubantu lagi
untuk menyelesaikan ini? Ah, barangkali aku terlalu memaksa, bukankah nasib
adalah kesunyian masing-masing (mengutip penyair besar kita --Charil) dan orang
lain tak akan bisa merasakan kesunyian nasib orang lain, yang bisa hanya
mendengarkan cerita tentang nasib orang lain, begitu kan kamu pernah berkata
kepadaku? Baik, aku juga lelah sebenarnya dengan rutinitas, dengan banyak hal
yang diatur oleh jam, banyak hal yang begitu-begitu saja, satu dua masalah yang
kadang bikin kaki tersandung. Tapi ya ada baiknya juga sandungan itu, jadi ada variasi
kan. Bukan begitu? Er, kukasih tahu lagi ya, orang-orang yang datang menanyakanmu
itu rutin datang setiap jam enam sore, dan baru akan pulang beberapa menit
sebelum aku tutup pintu dan memasang tulisan close. Mereka masih duduk di tempat yang sama seperti kali pertama
mereka datang. Mereka juga istiqomah dengan pesanan yang sama. Mereka juga
melamun dengan gestur tubuh yang sama, heran, tidak ada variasi-variasinya ya
orang-orangmu itu. Dari mata mereka yang lebar itu aku tahu mereka sangat ingin
tahu kabarmu Er, mereka benar-benar mencarimu. Eh, kamu tidak punya hutang uang
dengan mereka kan? Atau punya kasus kriminal dengan mereka? Katakanlah sesuatu
tentang mereka selain kamu meminta aku terus berbohong Er. Kasihan. Kian hari,
mata mereka kian redup.
*
Aku
bisa membayangkan bagaimana redupnya mata orang-orang itu. Aku mengenal mereka
jauh sebelum kamu bertemu mereka. Bahkan aku bisa membayangkan sebelum kamu
mengatakannya. Sok tahu ya. Aku berharap
mereka akan bosan sebagaimana kita bosan dengan rutinitas. Namun aku punya
perasaan cemas jangan-jangan mereka tak seperti kita yang mudah saja bosan pada
hal tertentu. Dengan takut aku menerka mereka akan bisa bertahan seumur hidup
di sana apabila kafemu masih buka selamanya dan kamu masih bungkam dengan cara
yang sama. Tentu kamu tidak menginginkan itu. Begitu juga denganku. Karena ini menyangkut
perasaan orang lain, kehidupan orang lain. Jadi bagaimana menurutmu? Apakah aku
harus menampakkan diriku dan masalah selesai? Tidak semudah itu kupikir. Aku
harus menjadi aku yang lain dulu sebelum kembali. Aku tak mau terlihat sia-sia dengan pertapaanku. Kamu
akan kubuat terpesona dengan sekembalinya aku nanti. Ya, nanti. Kamu tunggu
saja. GBU.
*
Ya,
Er, kamu benar-benar membuatku menunggu, entah sengaja, entah lupa jalan
kembali. Kini entah berapa lama sejak orang-orang itu datang ke kafeku dan aku
melakukan hal yang sama, dan kamu tidak memberi kabar apa-apa selain terus
berkata bosan. Dan kini kamu membawaku serta dalam lingkaranmu. Dan aku tak
mungkin mengelak, jadi seperti satelit yang setia pada planet saja aku ini.
Bagaimana jika orang-orang itu juga merasakan hal yang sama denganku? Aku
merasa jadi satelitmu. Ah, kenapa tak bisa menghadapi banyak hal dengan
sederhana.
*
Diriku
yang sendirian ini menunggu balasan pesan dari Er, sahabatku. Berulangkali email
kubuka dan kosong melompong. Ia seperti sudah lupa dengan alamat emailku atau
mungkin lupa alamat emailnya sendiri. Tetapi kan dia masih punya nomor
handphoneku, masih bisa menghubingiku jika mungkin nomornya rusak atau hilang,
ya, kuhubungi beberapa kali operator selalu menyampaikan pesan yang sama, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif
atau berada di luar jangkauan... \
*
Er,
kafeku kini dipenuhi orang-orang yang sama. Mulanya aku berpikir bahwa mereka
datang hanya untuk menanyakanmu, tetapi lama-kelamaan mereka seperti tidak tahu
tujuan mereka datang ke kafeku, pesan minuman yang sama (aku takut
jangan-jangan nanti kafeku hanya akan menyediakan berkilo-kilo alpukat jika
orang yang datang semua memesan itu), duduk dengan cara sama, melamun dengan
cara sama, pergi dengan cara sama. Tidakkah kamu berpikir mereka telah
menyia-nyiakan waktunya? Tentu tidak ada yang sia-sia bagimu. Termasuk
kehilangan ini, kehilanganku. Entah pada apa.
Boja,
November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar