Sabtu, 07 Desember 2013

Er dan Masalah Kecil

Besok kalau ada yang datang dan menanyakanku, bilang saja aku tak pernah ke sini. Ya, bohong sesekali tak apa. Toh bohong bukan masalah benar atau tidak benar, melainkan perlu atau tidak perlu.  Kalau orang yang bertanya itu tidak percaya dengan jawabanmu ya biarkan saja. Salah sendiri tak percaya, susah sendiri toh. Kamu tidak perlu berkata apa-apa lagi. Lagi pula urusanmu masih banyak kan? Biar saja, mereka yang datang menanyakanku kan keperluannya denganku. Jadi kamu tak perlu sungkan kalau tidak melayani mereka dengan baik, atau memuaskan pertanyaan mereka. Kalau mereka membuat kerusuhan di usir saja, panggil satpam, polisi kalau perlu. Tetapi tenang saja, seingatku, kenalanku tidak ada yang suka membuat keributan macam itu. Paling hanya keributan kecil di dalam diri mereka sendiri. Kalau yang datang mencariku itu memilih tetap tinggal dan tak mau pergi, ya diusir saja. Memangnya dia siapa? Kamu kan juga perlu menutup kafe, perlu istirahat. Tidak usah dihiraukan. Kalau tetap tidak mau pergi juga, ya tinggal panggil satpam atau polisi lagi. Atau kamu berteriak saja selantang-lantangnya. Toh, yang akan rugi bukan kamu. Hei, aku sungguh-sungguh. Aku sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun. Kamu harus percaya, aku tidak habis mencuri atau melakukan hal-hal amoral. Sama sekali tidak. Aku hanya sedang ingin sembunyi. Sedang ingin sendiri. Sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun. Termasuk kamu? Emm, ya, bisa juga.. Eh, jangan tersinggung begitu dong, kan kita masih bisa ketemu lagi lain waktu... Hmm, kamu mau aku dikejar-kejar orang yang tak mau aku temui? Tidak mau, kan? Kamu mau aku tak sembuh-sembuh dari sakit? Tidak mau juga, kan? Sakit? Hmm, maksudnya sedikit sakit. Ya, aku hanya sedkit sakit, tidak banyak, tidak banyak yang sakit.

*

Er, kemarin benar ada yang datang mencarimu. Ia bilang ia bukan temanmu, melainkan lebih dekat dari teman. Ia memaksaku untuk memberitahukan kepadanya di mana kamu sekarang. Aku jawab saja sesuai dengan permintaanmu, aku bilang padanya bahwa sudah lama kamu tidak datang ke sini, kukatakan juga sudah lama aku tidak berkomunikasi denganmu. Wah, lengkap sudah kebohonganku. Tetapi karena katamu berbohong bukan masalah benar atau tidak benar, maka kuyakini saja, dan aku tidak cemas. Eh, Er, tetapi aku kan tidak tahu benar apa masalah kalian. Jangan-jangan ia memang benar perlu bertemu denganmu. Sebab setahuku kamu memang suka lari dari masalah. Begitu saja meninggalkan yang belum selesai. Ups, jangan marah. Sebagai sahabatmu sejak ratusan tahun yang lalu, tentu aku tahu betul kamu. Kamu bisa bohong kepadaku, tetapi aku tidak bisa kamu bohongi. Eh, bagaimana kalau orang yang datang kemarin itu berpikiran sama denganku? Aku bisa bohong tetapi bisa saja ia tak bisa aku bohongi. Wah, gaswat. Er, sungguh, aku dibuat kewalahan oleh orang  itu, bukan karena ia membuat keributan, justru sebaliknya, ia orang tersunyi yang pernah aku temui. Bagaimana bisa kamu ketemu dengan orang seperti itu? Ketika kusapa, selamat datang, ia hanya mengangguk, senymunya tawar, lalu kupersilakan duduk, ia memilih duduk di tempat duduk paling pojok kiri dekat jendela, ketika kutanya kok memilih duduk di situ, ia tersenyum lagi, lebih tawar dari sebelumnya. (atau aku yang terlalu kepo?) kutawarkan ia daftar menu, ia memesan jus alpukat. Setelah pesanan kuambilkan dan kuberikan padanya, aku melamun sebentar di sampingnya, kupikir-pikir betul, dia mirip sekali denganmu, dan kusadari, tempat duduk favoritmu juga tempat yang ia tempati, minuman yang ia pesan juga minuman yang selalu membuatmu ketagihan untuk datang ke tempatku. Iya, kan? Aduh, siapakah dia? Ketika aku berpura-pura menanyakan bagaimana, mau pesan snack apa? Dia hanya menggeleng, lalu tanpa basa-basi dia bertanya kepadaku apakah pernah melihatmu akhir-akhir ini di tempat ini, aku tercengang sebentar, meski sudah kupersiapkan untuk menerima pertanyaan ini sebelumnya, tetap saja, aku sempat terhenyak sebelum melakukan kebohongan. Tidak. Jawabku, dengan senyum termanis dan tercanggung yang pernah kupunya. Dia menghela napas. Dari jarak hanya setengah meter aku bisa merasakan betapa berat beban napas yang dihelanya.

*

Besok kalau orang yang sama datang lagi dan menanyakan hal yang sama, tolong kamu jangan goyah. Tetap lakukan seperti semula. Atau kamu cuekin saja. Tidak perlu dihiraukan. Salah sendiri tidak percaya padamu. Kalau dia memaksa dan tidak mau pergi, ya biarkan saja dia, atau usir dia dengan gertakanmu yang seperti macan itu kalau kamu tidak mau berurusan dengan satpam atau polisi. Aku yakin orang tak akan sekuat tiang listrik dalam menunggu, jadi kamu tak perlu terlalu cemas. Haha, benar bahwa kamu memang terlalu kepo. Bukan soal orang yang datang ke kafemu dan menanyakanku, tetapi juga soal aku. Tentu saja aku punya masalah, setiap orang punya masalah, termasuk kamu. Tetapi salah kalau kamu menerka bahwa aku sedang lari dari masalah, atau sembunyi dari masalah. Aku hanya sedang ingin  istirahat sebentar dari banyak hal yang begitu-begitu saja, yang membuat dada sesak. Aku ingin sejenak duduk di tepi balkon sambil meghirup udara segar tanpa seoang pun mengejar supaya aku melakukan ini, mengerjakan itu, menjelaskan ini, menerangkan itu, menuruti ini, memaklumi itu, dan seterusnya. Sungguh, aku hanya butuh waktu sejenak untuk istirahat. Bukan untuk melarikan diri. Toh, besok, jika sudah cukup waktu aku memenuhi oksigen di tubuhku dengan partikel-pertikel yang lebih segar, pasti aku akan muncul lagi seperti biasa, beredar seperti biasa, mengganggumu di kafe sambil membaca dan cuci mata. Atau kamu keberatan dengan permintaan tolongku? Jika iya, kumohon bertahan sebentar ya. Kamu kan sudah jadi sahabatku sejak ratusan tahun yang lalu, aku tahu kamu tidak akan keberatan, meski barangkali itu memberatkanmu. Cium jauh.

*

Hari-hariku jadi aneh. Setiap pukul tiga sore, beberapa menit sebelum membuka kafe perasaan deg-degan yang berlebih itu selalu muncul mendahului aktivitasku yang lain. Deg-degan yang hampir bisa kudengar dengan sangat jelas serta detaknya bisa kuraba dengan jari-jari. Heran, apakah berbohong tentang hal sekecil itu membuatku begini demam? Kurasa bukan hanya maslah itu. Kuberi tahu Er, sejak beberapa hari yang lalu, orang yang datang dan mencarimu bertambah dan bertambah lagi. Jika aku tidak salah menghitung, sampai hari ini genap sudah lima orang. Cukup, Er, cukup. Aku tidak bisa rasanya berbohong lebih lama dan lebih banyak lagi. (Aih, dan anehnya, semua orang yang mencarimu itu mempunyai gerak-gerik tubuh yang hampir sama, pesanan yang selalu sama, tak jarang mereka berebut kursi yang sama di meja yang sama. Ajaib, kan??). Dan kamu memang harus bertanggung jawab soal ini –nah, lho, sukurin, biar tambah beban pikiran. Memangnya menunda masalah untuk diselesaikan adalah solusi? Kadang kamu konyol Er, dan tidak masuk akal. Aku benar-benar tidak bisa untuk tidak memikirkanmu. Dan sudah tentu akan lagi bertanya, ada apa? Apa yang terjadi? Apa yang bisa kubantu lagi untuk menyelesaikan ini? Ah, barangkali aku terlalu memaksa, bukankah nasib adalah kesunyian masing-masing (mengutip penyair besar kita --Charil) dan orang lain tak akan bisa merasakan kesunyian nasib orang lain, yang bisa hanya mendengarkan cerita tentang nasib orang lain, begitu kan kamu pernah berkata kepadaku? Baik, aku juga lelah sebenarnya dengan rutinitas, dengan banyak hal yang diatur oleh jam, banyak hal yang begitu-begitu saja, satu dua masalah yang kadang bikin kaki tersandung. Tapi ya ada baiknya juga sandungan itu, jadi ada variasi kan. Bukan begitu? Er, kukasih tahu lagi ya, orang-orang yang datang menanyakanmu itu rutin datang setiap jam enam sore, dan baru akan pulang beberapa menit sebelum aku tutup pintu dan memasang tulisan close. Mereka masih duduk di tempat yang sama seperti kali pertama mereka datang. Mereka juga istiqomah dengan pesanan yang sama. Mereka juga melamun dengan gestur tubuh yang sama, heran, tidak ada variasi-variasinya ya orang-orangmu itu. Dari mata mereka yang lebar itu aku tahu mereka sangat ingin tahu kabarmu Er, mereka benar-benar mencarimu. Eh, kamu tidak punya hutang uang dengan mereka kan? Atau punya kasus kriminal dengan mereka? Katakanlah sesuatu tentang mereka selain kamu meminta aku terus berbohong Er. Kasihan. Kian hari, mata mereka kian redup.

*

Aku bisa membayangkan bagaimana redupnya mata orang-orang itu. Aku mengenal mereka jauh sebelum kamu bertemu mereka. Bahkan aku bisa membayangkan sebelum kamu mengatakannya. Sok tahu ya.     Aku berharap mereka akan bosan sebagaimana kita bosan dengan rutinitas. Namun aku punya perasaan cemas jangan-jangan mereka tak seperti kita yang mudah saja bosan pada hal tertentu. Dengan takut aku menerka mereka akan bisa bertahan seumur hidup di sana apabila kafemu masih buka selamanya dan kamu masih bungkam dengan cara yang sama. Tentu kamu tidak menginginkan itu. Begitu juga denganku. Karena ini menyangkut perasaan orang lain, kehidupan orang lain. Jadi bagaimana menurutmu? Apakah aku harus menampakkan diriku dan masalah selesai? Tidak semudah itu kupikir. Aku harus menjadi aku yang lain dulu sebelum kembali. Aku tak  mau terlihat sia-sia dengan pertapaanku. Kamu akan kubuat terpesona dengan sekembalinya aku nanti. Ya, nanti. Kamu tunggu saja. GBU.

*

Ya, Er, kamu benar-benar membuatku menunggu, entah sengaja, entah lupa jalan kembali. Kini entah berapa lama sejak orang-orang itu datang ke kafeku dan aku melakukan hal yang sama, dan kamu tidak memberi kabar apa-apa selain terus berkata bosan. Dan kini kamu membawaku serta dalam lingkaranmu. Dan aku tak mungkin mengelak, jadi seperti satelit yang setia pada planet saja aku ini. Bagaimana jika orang-orang itu juga merasakan hal yang sama denganku? Aku merasa jadi satelitmu. Ah, kenapa tak bisa menghadapi banyak hal dengan sederhana.

*

Diriku yang sendirian ini menunggu balasan pesan dari Er, sahabatku. Berulangkali email kubuka dan kosong melompong. Ia seperti sudah lupa dengan alamat emailku atau mungkin lupa alamat emailnya sendiri. Tetapi kan dia masih punya nomor handphoneku, masih bisa menghubingiku jika mungkin nomornya rusak atau hilang, ya, kuhubungi beberapa kali operator selalu menyampaikan pesan yang sama, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan... \

*

Er, kafeku kini dipenuhi orang-orang yang sama. Mulanya aku berpikir bahwa mereka datang hanya untuk menanyakanmu, tetapi lama-kelamaan mereka seperti tidak tahu tujuan mereka datang ke kafeku, pesan minuman yang sama (aku takut jangan-jangan nanti kafeku hanya akan menyediakan berkilo-kilo alpukat jika orang yang datang semua memesan itu), duduk dengan cara sama, melamun dengan cara sama, pergi dengan cara sama. Tidakkah kamu berpikir mereka telah menyia-nyiakan waktunya? Tentu tidak ada yang sia-sia bagimu. Termasuk kehilangan ini, kehilanganku. Entah pada apa.

 
Boja, November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar