Anak-anak, pagi ini Ibu mau bercerita tentang diri Ibu sendiri. Boleh, kan? Tentu boleh.... Terimakasih....
Cerita bermula ketika suatu malam Ibu diminta membantu sebuah acara di tempat saudara Ibu di Banyumanik. Sebenarnya Ibu keberatan, karena pagi harinya harus sampai di sekolah pukul 6.50 dan bekerja seperti biasanya. Tetapi karena untuk saudara sendiri, tidak mungkin ibu menolak. Maka pada hari berikutnya Ibu harus menerima konsekuensinya.
Pagi hari Ibu bangun pukul empat kemudian berangkat ke sekolah dari Banyumanik pukul lima. Udara masih sangat dingin, di luar masih gelap, dan jalanan masih sangat lengang. Hal ini membuat Ibu tak bisa menolak kantuk yang berulang menempel pada tubuh capek Ibu. Ibu berusaha berhenti dI tepi jalan untuk minum dan mengusap mata dengan air supaya kantuknya hilang. Tetapi itu hanya bertahan beberapa menit kemudian ngantuk lagi, dan begitu seterusnya. Meski nyetir sepeda motor dengan ngantuk berat, sepanjang perjalanan dari Banyumanik sampai Kalibanteng masih aman, tetapi ternyata di situlah, di sebuah lampu merah, tiba-tiba Ibu dikagetkan oleh suara; Gubrakk!! Ketika Ibu sadar, ternyata itu suara sepeda motor Ibu yang tumbang mengenai tubuh Ibu sendiri. Ibu sedikit bingung sebenarnya, karena tiba-tiba beberapa orang mengerumuni dan membantu Ibu untuk bangun serta menegakkan motor yang jatuh. Saat itu seseorang bertanya kepada Ibu; Mbak, gimana? Ada yang sakit? Kok bisa jatuh to, Mbak?
Ibu baru menyadari bahwa Ibu terjatuh dari motor secara tidak sadar alias ngantuk saat berhenti di lampu merah tersebut.
Oh, iya, Pak, celana saya kepanjangan tadi keinjak sepatu waktu berhenti.
Terpaksa Ibu berbohong demi kebaikan untuk menutupi malu. Boleh, kan, berbohong demi kebaikan? Itu termasuk kebaikan, kan? Anggap saja begitu.
Dan setelah insiden itu, Ibu jadi tidak ngantuk-ngantuk lagi. Bagaimana mau ngantuk? Dada Ibu masih dipenuhi gemetar dan malu yang tak tertahankan.
Nah, anak-anak, itu pengalaman Ibu yang mengesankan sepanjang tahun 2013 ini, bagaimana dengan kalian?
*
Ketika saya menutup cerita, anak-anak masih sibuk dengan tawa mereka. Di antara mereka bahkan ada yang sampai menggebrak meja, menghentakkan kaki, memegang perut saking kepingkelnya, dan lain sebagianya. Beberapa dari mereka memberi celetukan-celetukan komentar dan saya menganggapinya. Saya sendiri juga tertawa seperti mereka. Sebenarnya ingin saya katakan begini;
Anak-anak, maaf ya, Ibu harus berbohong demi kebaikan lagi.
Memang berbohong apa lagi, Buk?
Hmm, berbohong kepada kalian....
Berbohong apa?
Berbohong karena cerita ini tidak pernah Ibu alami.
Dan tentu percakapan pendek ini hanya imajinasi.
*
Selamat pagi, salam fiksi.
BSB, September 2013
*saya jadi ingat sebuah percakapan;
“kamu suka warna hijau, ya?”
“hmm, kamu mudah percaya fiksi, ya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar