Rabu, 21 Agustus 2013

Ayah Saya



Malam ini ayah saya ketiduran atau entah sengaja tidur di kursi panjang di ruang tamu. Tubuhnya telentang, dadanya naik turun tenang. Beliau tidak pernah tahu bahwa putri bungsunya yang bandel ini sering memperhatikannya ketika sedang tidur. Malam-malam mengintip di pintu kamar hanya untuk mengetahui bahwa ayahnya dalam keadaan baik-baik saja. Saya sering tersenyum-senyum sendiri melihat wajah ayah saya yang terpejam matanya dan tak jarang mendengkur lembut. Saya membayangkan masa muda pernah tinggal di sana sehingga membuat ibu saya bersedia menikah dengannya, ayah saya yang muda yang mempunyai kumis tebal. Saya seringkali membiarkan tubuh saya kaku sejenak di pintu, membiarkan diri saya melamun beberapa detik, melamun memikirkan dengan apa saya dapat membahagiakan lelaki yang bekerja keras untuk saya itu. Ya, kerja keras membuat kulitnya tak semulus para tetangga lainnya, kalau mati lampu tidak kelihatan, candanya seringkali, apabila keponakan saya datang ke rumah dan minta digendong. Ya, ayah saya dan  keponakan saya jika dijajarkan seperti televisi hitam putih yang kini telah hilang itu. Tetapi saya tidak pernah mempermasalahkan seperti tivi hitam putih atau apapun. Saya hanya tahu setiap hari saya ingin berdoa untuknya, ingin membahagiakannya dengan cara saya, sekalipun, cara saya tak jarang membuat oranglain memaknai lain. Kalau sudah begitu saya semakin menjadi orang yang egois, Tuhan tahu apa yang ada di hati saya, saya tida pernah berencana sedikitpun menyakiti hati ibu maupun ayah saya. Aih, kok jadi lembek begini rasanya.

Saya ingin mengutip salah satu sajak Sapardi sebagai ucapan selamat tidur untuk lelaki yang pernah tabah menunggui ibu melahirkan saya itu;

Aku mencintaimu/ Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan/ keselamatanmu//
(Dalam Doaku)


Selamat tidur, ayah, dan ibu....




Boja, 20 agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar